Friday, December 18, 2009

Meditasi

dari situs Adi Gunawan

Mengalami dan Memahami Kondisi Meditasi

Saya sering mendapat email dari rekan dan pembaca buku yang mengatakan bahwa mereka, setelah mendengar CD audio relaksasi, tidak bisa konsentrasi. Mereka menanyakan mengapa mereka sulit konsentrasi dan merasa kecewa karena tidak bisa merasakan dan mendapat manfaat meditasi. Saat saya menanyakan, “Sudah berapa lama anda berlatih diri?”, jawaban yang saya terima cukup menjelaskan kondisi mereka, “Saya sudah mencoba dua atau tiga kali, Pak.”
Benarkah demikian sulit bagi seseorang untuk melakukan meditasi? Mengapa ada yang mudah dan mengapa ada pula yang merasa sulit masuk ke kondisi meditatif yang dalam?

Pembaca, di artikel sebelumnya, Meditasi: Timur Bertemu Barat, saya telah menjelaskan tujuan
meditasi ditinjau dari perspektif timur dan barat. Dalam artikel ini saya akan menjelaskan secara spesifik apa saja yang perlu diperhatikan, dilakukan, dan dialami saat melakukan meditasi.
Meditasi bertujuan untuk mengendalikan dan menguatkan pikiran. Pikiran sama seperti otot. Perlu latihan yang konsisten untuk bisa membuat pikiran menjadi kuat. Pikiran dilatih dengan cara difokuskan pada satu objek meditasi. Umumnya orang menggunakan napas sebagai objek.
Pembaca, jika misalnya anda tidak pernah berlatih fitness atau body-building, dan tiba-tiba ingin menguatkan otot tubuh anda, apa yang akan anda lakukan? Apakah langsung berlatih ataukah anda akan mencari pelatih yang berpengalaman yang bisa membimbing anda dengan benar? Sudah tentu kita perlu dibimbing oleh seorang pelatih berpengalaman. Peran pelatih sangat penting agar kita tidak salah berlatih yang justru akan kontraproduktif . Dengan bimbingan yang benar kita dapat mencapai hasil yang maksimal dalam waktu yang singkat.
Pertanyaan selanjutnya, “Berapa ukuran atau berat beban yang anda gunakan sebagai beban awal latihan?” Apakah langsung beban yang berat ataukah anda menaikkan beban secara bertahap seiring dengan lama dan intensitas latihan anda? Apa yang akan terjadi bila anda “bernafsu” ingin membesarkan dan menguatkan otot-otot tubuh anda secepatnya dan langsung menggunakan beban yang berat (sekali)? Bagaimana hasilnya? Saya jamin, jika ini yang anda lakukan, maka tubuh anda akan cidera karena tidak kuat.

Pembaca, melatih otot tubuh membutuhkan waktu, cara, intensitas, dan konsistensi agar dicapai hasil yang maksimal. Tidak bisa dilakukan asal-asalan dan kita berharap bisa memiliki tubuh yang sehat, kuat, dan indah. Dalam hal ini yang perlu disadari dan diperhatikan adalah bahwa otot akan tumbuh, berkembang, dan menjadi kuat bila dilatih dengan cara yang benar dengan mengikuti proses alamiah pertumbuhan otot. Kita tidak bisa memaksa otot berkembang dengan kecepatan yang kita inginkan. Semua ada waktunya.
Sama seperti otot, pikiran juga perlu dilatih. Melatih pikiran sebaiknya juga dengan bimbingan seorang pelatih berpengalaman dan dengan takaran latihan yang sesuai. Meditasi adalah suatu skill yang perlu dilatih dan diasah setiap hari. Semakin sering kita berlatih maka semakin kuat “otot-otot” pikiran kita. Kuatnya “otot” pikiran tampak dalam bentuk pengendalian yang bisa kita lakukan pada pikiran. Saat pikiran diarahkan untuk konsentrasi dan memegang objek maka pikiran bisa memegang objek dengan kuat dan lama. Pikiran tidak lari ke mana-mana, liar tidak terkendali.
Untuk pemula, biasanya pikiran akan lari tak terkendali. Kita perlu menundukkan dan mengendalikannya. Ini yang dikenal dengan istilah “taming the monkey mind” atau menjinakkan pikiran yang liar seperti seekor monyet. Jangan salah baca ya, monkey mind bukan donkey mind.
Satu hal yang sering tidak dimengerti dan bahkan tidak diindahkan kebanyakan orang yaitu relaksasi pikiran atau meditasi membutuhkan tidak saja upaya, namun terlebih lagi adalah kepasrahan dan keikhlasan. Semakin kita bernafsu maka pasti semakin tidak bisa. Salah satu hukum pikiran berbunyi, “Bila berhubungan dengan pikiran bawah sadar dan fungsi-fungsinya, semakin besar upaya sadar yang dilakukan, semakin kecil respon pikiran bawah sadar.”
Relaksasi pikiran atau meditasi adalah proses yang didominasi pikiran bawah sadar dan nirsadar. Saat seseorang bermeditasi maka gelombang otak yang dominan adalah alpha, theta, dan atau tanpa delta.

Kembali kepada kasus yang saya ceritakan di awal artikel. Pernyataan, “Saya sudah mencoba dua atau tiga kali, Pak”, dengan pemahaman dari apa yang telah saya sampaikan sejauh ini, perlu diubah menjadi, “Saya baru mencoba dua atau tiga kali, Pak”.
Banyak juga yang bertanya, “Pak, saya kok nggak merasa deep?” Biasanya saya akan mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengecek kedalaman relaksasi yang ia capai. Ternyata banyak yang telah masuk sangat dalam, sangat rileks, baik secara fisik maupun pikiran, namun mereka tidak menyadari hal ini karena tidak punya acuan.
Nah pembaca, untuk membantu anda mengerti kedalaman relaksasi pikiran dan fisik saat meditasi, berikut adalah Subjective Landmark atau acuan yang disusun oleh guru saya, Anna Wise. Biasanya kami menggunakan Mind Mirror untuk melihat dan mengukur relaksasi pikiran dan ESR Meter untuk mengukur relaksasi fisik. Namun, bila tidak ada Mind Mirror dan ESR Meter, kami cukup menggunakan Subjective Landmark. Hasilnya sama valid.
Subjective Landmark ini hanya sebagai acuan namun bukan harga mati. Artinya, pengalaman subjektif setiap orang belum tentu sama. Namun secara umum, saat seseorang melakukan relaksasi pikiran atau meditasi, ia akan mengalami hal-hal yang disebutkan di Subjective Landmark.

Cara membaca Subjective Landmark adalah dengan melihat Level, Pengalaman/Sensasi Subjektif, ESR, dan EEG.
Penjelasannya sebagai berikut. Level menunjukkan kedalam relaksasi. Semakin besar angkanya berarti semakin dalam. Level dimulai dari angka 0 (nol) sampai 6 (enam).
Pengalaman/Sensasi Subjektif adalah apa yang kita alami atau rasakan baik di pikiran maupun di fisik. Gunakan pengalaman yang disebutkan di skala ini untuk mengetahui anda berada di level mana.
ESR Meter adalah alat ukur yang mengukur relaksasi fisik dan menggunakan skala Lesh. Semakin kecil angka di ESR Meter berarti semakin rilek fisik kita. Dengan menggunaakn ESR Meter diketahui bahwa relaksasi fisik saat seseorang tidur berkisar antara 13 – 17. Sedangkan bila dengan meditasi bisa mencapai antara 0 – 5. Hal ini menjawab mengapa walaupun telah cukup tidur orang sering merasa lelah dan tidak segar saat bangun. Sebaliknya orang yang sering meditasi membutuhkan lebih sedikit tidur dan tubuhnya juga lebih sehat dan segar.
EEG adalah pengukuran dengan menggunakan Mind Mirror. Nah, karena anda tidak punya ESR dan EEG maka yang perlu diperhatikan adalah Pengalaman/Sensasi Subjektif.
Berikut adalah Subjective Landmark:
Level : 0
Pengalaman/Sensasi Subjektif:
· Mungkin mengalami kesulitan untuk mendiamkan pikiran atau pikiran melompat ke sana ke mari tidak terkendali.
· Perasaan gatal, tidak fokus, tidak perhatian.
· Perasaan “Mengapa saya melakukan hal ini?”.
· Mulai rileks.
· Perasaan mulai “tenang”
ESR: 25 - 20
EEG:
· Beta berkesinambungan, sering bersamaan dengan lonjakan gelombang-gelombang yang lain.
· Kemungkinkan alfa muncul sesekali.
Level : 1
Pengalaman/Sensasi Subjektif:
· Kondisi “kabur”.
· Perasaan kurang nyaman.
· Sesasi seperti orang yang dibius/dianestesi.
· Kadang merasa pusing.
· Pikiran dipenuhi dengan kegiatan sehari-hari – sebagai penghindaran terhadap keheningan dalam diri.
· Perasaan akan energi yang tercerai-berai.
· Sensasi hanyut menuju tidur atau tertarik keluar dari tidur.
ESR: 20 - 26
EEG:
· Beta yang sudah agak berkurang, tetapi masih ada.
· Alfa yang muncul sesekali tetapi lebih kuat.
Level : 2
Pengalaman/Sensasi Subjektif:
· Energi yang tercerai berai mulai menyatu.
· Mulai merasakan ketenangan dan rileksasi.
· Gambar mental yang sangat jelas muncul secara tiba-tiba.
· Kilas balik kenangan masa kecil.
· Gambar dari masa lalu yang “lama” dan “baru”.
· Perhatian tidak terlalu terpusat.
· Perasaan berada di antara dua kondisi.
· Kondisi transisi.
ESR: 16 - 14
EEG:
· Beta berkurang
· Alfa semakin kuat – bisa bersifat sinambung
· Teta (frekwensi rendah) muncul sesekali
Level : 3
Pengalaman/Sensasi Subjektif:
· Perasaan stabil yang lebih kuat.
· Kondisi yang pasti.
· Sensasi tubuh yang menyenangkan: merasa mengapung, ringan, bergerak, berguncang.
· Gerakan ritmik yang muncul sesekali.
· Gambar yang semakin banyak dan lebih jelas.
· Meningkatnya kemampuan mengikuti imajinasi terbimbing.
ESR: 14 - 11
EEG:
· Beta sangat berkurang.
· Alfa sinambung
· Kemungkinan teta yang lebih sinambung dengan peningkatan frekwensi dan/atau amplitudo
Level : 4
Pengalaman/Sensasi Subjektif:
· Kesadaran yang sangat kuat terhadap pernapasan.
· Kesadaran yang sangat kuat terhadap detak jantung, aliran darah, dan sensasi tubuh lainnya.
· Perasaan kehilangan batas-batas tubuh (tidak lagi bisa merasakan keberadaan tubuh fisik).
· Perasaan mati rasa di tungkai (lengan dan kaki)
· Perasaan diri dipenuhi oleh udara.
· Perasaan tubuh menjadi sangat besar atau sangat kecil.
· Perasaan tubuh menjadi sangat berat atau sangat ringan.
Kadang berpindah antara kesadaran internal dan eksternal.
ESR: 11 - 8
EEG:
· Beta yang sangat berkurang
· Alfa sinambung
· Teta meningkat
Level : 5
Pengalaman/Sensasi Subjektif:
· Kondisi kesadaran yang sangat tinggi.
· Perasaan puas yang mendalam.
· Sangat sadar/waspada, tenang, dan tidak melekat/terpisah dari keadaan sekeliling.
· Perasaan “lepas” atau hilang dari lingkungan dan atau tubuh.
· Bila menginginkan maka gambaran mental yang muncul adalah sangat-sangat jelas.
· Perasaan kondisi kesadaran yang meningkat, yang tidak terdapat pada level sebelumnya, 0 – 4.
· Perasaan pengalaman puncak, luar biasa, pengalaman “ah-ha”, pemahaman intuitif.
· Kinerja tinggi
ESR: 8 - 5
EEG:
· Penguasaan beta yang sangat baik – mulai dengan tidak adanya pikiran hingga pikiran-pikiran kreatif
· Alfa sinambung
· Teta sinambung
Level : 6
Pengalaman/Sensasi Subjektif:
· Cara baru (berbeda) dalam merasakan sesuatu
· Pemahaman intuitif terhadap masalah sebelumnya, seakan melihat dengan level kesadaran yang lebih tinggi.
· Sensasi dikelilingi oleh cahaya.
· Perasaan kesadaran spiritual yang lebih tinggi.
· Sensasi semuanya tidaklah penting selain kondisi yang dialami saat itu.
· Mengalami kebahagiaan yang luar biasa.
· Mengalami ketenangan yang tak terlukiskan.
· Perasaan akan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai alam semesta.
ESR: 5 - 0
EEG:
Empat pola yang mungkin terjadi:
1. Pikiran yang terbangunkan (beta, alfa, teta, delta)
2. Meditasi optimal (alpha, teta, delta)
3. Sangat sedikit aktifitas listrik otak
4. Pikiran yang berkembang (pola The Awakened Mind, meliputi beta, alfa, teta, dan delta)

Pembaca, karena keterbatasan ruang dan waktu saya tidak bisa menjelaskan secara lebih detil setiap aspek dari Subjective Landmark. Sebagai informasi tambahan untuk anda, materi ini adalah bagian penting dari pelatihan The Awakened Mind.

Kebermaknaan Hidup

dari situs Adi Gunawan

Kebermaknaan Hidup


Bulan lalu saya pulang ke Tarakan, kota kelahiran saya, untuk menghadiri resepsi pernikahan seorang saudara sekalian nyambangi orangtua saya. Keesokan harinya saya dan istri, Stephanie, beserta ayah saya nyekar ke makam kakek dan nenek. Sudah hampir dua tahun saya tidak pulang ke kampung halaman. Biasanya setiap awal April, saat ada upacara untuk mengenang para leluhur, saya pasti pulang. Namun karena kesibukan yang sangat luar biasa maka dua tahun terakhir ini saya terpaksa absen.
Saya menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk memberikan penghormatan dan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan mengenang semua jasa kebaikan, pelajaran, cinta, dan hidup yang telah dibagikan kepada saya, oleh kakek dan nenek saya tercinta. Walaupun mereka telah tiada, tidak bersama kami lagi, namun kehidupan yang mengalir melalui mereka dan terus ke kehidupan saya akan selalu saya kenang dan kembangkan.
Makam kakek dan nenek saya berdampingan dan letaknya di atas bukit. Jadi, kami perlu sedikit mendaki. Dalam perjalanan ke atas, kami melewati jalan sedikit berliku dan di samping kiri kanan terdapat banyak makam.
Tiba-tiba saya mendapat insight atau pencerahan. Saya melihat makam demi makam dan tidak ada satupun yang saya kenal. Yang ada hanya gundukan tanah dan batu nisan dengan tulisan nama, tanggal lahir, dan tanggal wafat.
Jadi, apakah hanya ini yang bisa dicapai seorang manusia di akhir kehidupannya? Hanya seonggok tanah dengan penanda berupa batu nisan? Seonggok tanah sebagai tanda bahwa di sini terbaring seseorang yang dulu pernah hidup di dunia. Namun, siapakah orang ini? Tidak ada yang tahu kecuali keluarganya.
Atau mungkin keluarganya juga telah lupa karena saya menemukan ada beberapa makam yang tampak tidak terurus.
Pikiran saya langsung melayang ke saat anak pertama kami lahir. Dengan penuh suka cita kami menyambut Kehidupan yang hadir di dunia ini melalui kami tapi bukan dari kami.
Pertanyaan yang selalu berkecamuk di pikiran saya adalah, “Untuk apa saya lahir dan hidup?”
Pertanyaan yang sama juga muncul saat saya melihat batu nisan, khususnya saat saya melihat tanggal lahir dan wafat yang tertera di situ. Ada yang usianya masih sangat muda. Ada yang sangat lanjut.
Saat seorang anak manusia lahir, ada yang langsung menghitung jam lahir, hari, tanggal, bulan, tahun, dan menyimpulkan, “Wah, anak ini lahir dengan membawa hoki yang besar. Anak ini akan jadi orang luar biasa”.
Hal yang sama juga dilakukan saat seseorang meninggal. Komentar yang saya biasa dengar adalah, “Wah, jam dan hari meninggalnya apik tenan. Bagus sekali. Ia perginya lancar, enak, dan mudah.”
Namun, apakah pentingnya hidup ini hanya dilihat dari saat kita lahir atau meninggal?
Saat saya melihat batu nisan, tanggal lahir dan meninggal dipisahkan oleh satu garis kecil, saya mendapat “aha”. Justru yang paling penting sebenarnya bukan tanggalnya tapi garis kecil itu.
Mengapa?
Karena garis kecil inilah sebenarnya hidup yang kita jalani. Garis kecil ini tidak saja mewakili berapa lama kita hidup namun juga apa karya kehidupan nyata yang kita lakukan selama menjalani hidup dan mengisi kehidupan. Cukup lama saya berdiri di depan makam orang yang tidak saya kenal dan merenungkan hal ini.
Saat lahir kita tidak membawa apa-apa. Demikian pula saat kita kembali ke Sang Hidup. Lalu, apa yang perlu kita lakukan untuk menjalani hidup supaya nanti saat “pergi” kita tidak hanya dikenang sebagai seonggok gundukan tanah dengan penanda berupa batu nisan?
Cari dan temukan tujuan hidup atau life purpose. Tujuan hidup ini levelnya paling tinggi dan di atas passion. Banyak orang bingung jika diajak bicara tentang purpose. Purpose sebenarnya simple. Purpose is about serving atau purpose adalah melayani.
Nah,bagaimana kita bisa melayani orang lain dengan tulus? Caranya mudah. Lihat diri sendiri. Apa yang ingin kita lakukan pada diri kita? Apa yang kita tahu pasti menyenangkan hati kita? Sekarang, dengan sikap dan pemahaman ini, alihkan ke orang lain. Saat kita melayani orang lain kita melepaskan fokus ego ke diri kita sendiri dan kita memusatkan perhatian dan cinta kita kepada orang lain untuk bisa membahagiakan mereka.
Namun jangan salah mengerti. Langkah awal adalah anda perlu membahagiakan diri anda sendiri. Mengapa? Karena kita tidak mungkin bisa memberikan sesuatu yang tidak kita miliki.
Bagaimana caranya kita bisa melayani?
Lihat apa yang menjadi kekuatan kita. Jangan ikut-ikut orang lain. Setiap orang punya kelebihan dan kekuatan. Fokuslah pada kekuatan (talenta atau bakat) kita dan kembangkan hingga ke titik optimal. Selanjutnya kita bisa melakukan karya kehidupan tidak saja untuk diri kita sendiri, orang-orang yang kita cintai, juga untuk masyarakat di sekitar kita.
Untuk bisa melakukan hal ini kita perlu perencanaan yang matang. Kita perlu peta perjalanan hidup. Saat sekolah dulu apakah kita tahu ke mana arah tujuan hidup kita? Saat kita menikah, apakah kita tahu hidup seperti apa yang akan kita jalani?
Banyak orang merencanakan dengan sangat detil resepsi pernikahan mereka. Bahkan saat ini banyak yang menggunakan EO (Event Organizer) yang mampu mengatur dengan sangat rinci segala pernik yang dibutuhkan untuk bisa membuat acara pernikahan berlangsung dengan lancar dan sukses. Dan tidak lupa juga ada dokumentasi yang sangat lengkap yang merekam momen bersejarah ini.
Pertanyaan selanjutnya adalah, “Setelah malam pesta pernikahan, apa yang akan dilakukan pengantin baru ini? Apakah mereka juga telah merancang hidup mereka dengan begitu detil?”
Umumnya tidak. Banyak yang tidak merenanakan hidup yang akan mereka jalani. Itulah sebabnya Florence Littaeuer dengan sangat bijak berkata, melalui salah satu bukunya, “After every wedding comes a marriage”.
Kalo menikah kita bisa minta bantuan EO. Namun untuk hidup kita harus merancang semuanya sendiri. Kita adalah EO untuk hidup kita sediri. Jika kita tidak merancang apa yang akan kita jalani maka seringkali orang lain yang akan melakukannya untuk kita dan ini tentunya tidak akan sejalan dengan yang kita inginkan.
Pada tataran yang lebih hakiki sebenarnya setiap detik kehidupan adalah momen bersejarah yang diabadikan oleh kamera kesadaran diri. Dengan kesadaran ini maka kita akan memanfaatkan waktu dengan hati-hati dan sungguh-sungguh.
Saat kita menjalani hidup sesuai dengan purpose maka saat itu kita menyalakan api lilin kehidupan kita. Pada momen ini kita bisa menjadi terang bagi orang lain. Dan yang lebih penting lagi kita bisa berbagi api untuk menghidupkan lilin orang lain.
Perjalanan hidup mengajarkan saya satu hal penting yaitu kebermaknaan hidup dinilai bukan dari berapa banyak yang bisa kita dapatkan dari kehidupan tetapi berdasarkan berapa banyak yang bisa kita kembalikan kepada Kehidupan melalui karya nyata hidup kita.
Saya akhiri tulisan ini dengan satu kata mutiara yang sungguh indah, “When you were born, you cried and the world rejoiced. Live your life in such a manner that when you die the world cries and you rejoice.”

Pentingnya Menjaga Pikiran Tetap Aktif dan Positif

diambil dari situs Adi Gunawan, motivator dan hipnoterapis


Beberapa hari lalu saya kedatangan klien dari luar kota. Ibu ini, sebut saja, Bu Ani, mengeluhkan cukup banyak hal. Beberapa di antaranya adalah sulit tidur, jantung berdebar, produksi asam lambung berlebihan, takut gelap, dan kecemasan yang cukup tinggi.

Singkat cerita, setelah melalui proses wawancara mendalam saya mendapatkan beberapa hal penting sebagai titik awal terapi yang akan saya lakukan. Salah satu sumber masalah adalah emosi marah, terluka, kecewa, sakit hati, dan jengkel terhadap suaminya.

Apa yang harus dilakukan dalam kondisi ini? Apakah saya akan melakukan regresi untuk menemukan sumber masalah? Apakah saya akan melakukan Hypno-EFT untuk menetralisir emosinya? Ataukah dengan teknik yang lain?

Sebenarnya untuk membereskan suatu masalah, lebih tepatnya emosi negatif, tidaklah sulit. Ada sangat banyak teknik yang bisa digunakan, yang telah teruji secara klinis mampu membereskan emosi-emosi negatif seintens apapun. Namun dalam kasus ini saya tidak bisa melakukan regresi maupun teknik lain untuk menemukan akar masalah. Lha, buat apa diregresi? Sumber masalahnya sudah jelas.

Masalah ini, tentunya berdasarkan versi Bu Ani, yang disebabkan oleh pemberian makna terhadap tindakan atau perbuatan suaminya terhadap dirinya, selalu benar menurut pikiran klien. Dalam hal ini klien tidak bisa dan tidak boleh disalahkan sama sekali. Yang perlu dilakukan adalah menetralisir emosinya dan diikuti dengan reedukasi pikiran bawah sadar.

Namun yang menjadi pertanyaan adalah, “Katakanlah emosi Bu Ani sudah berhasil dinetralisir, tapi kan ia masih tinggal bersama suaminya, yang notabene adalah sumber masalahnya. Nanti pasti muncul lagi emosi negatifnya. Kalau begini terus kan capek deh. Apa yang harus dilakukan?’

Ini tentunya tidak mudah. Yang dihadapi klien ini masuk dalam kategori ‘Unresolved Present Issue”. Artinya, masalah yang dihadapi klien adalah masalah yang terjadi dari masa lalu, berlanjut hingga masa sekarang, dan bisa berlangsung terus hingga ke masa depan.

Singkat cerita setelah terapi Bu Ani merasa sangat lega. Edukasi pikiran bawah sadarnya juga berlangsung dengan mudah. Barusan saya melakukan follow up keadaannya. Dari jawaban yang dikirim oleh anak Bu Ani katanya sekarang kondisi ibunya sudah sangat baik dan stabil. Dengan demikian apa yang dilakukan oleh suaminya sudah tidak lagi memengaruhi Bu Ani.

Anda pasti bertanya, “Pak Adi, apa yang Bapak lakukan pada Bu Ani sehingga apa yang dilakukan suaminya sudah tidak lagi memengaruhi dirinya?”

He..he.. kalau ini nggak bisa saya jawab di sini ya. Bukannya saya nggak mau. Tapi akan sangat panjang dan teknis.

Salah satu hal yang saya sarankan untuk Ibu Ani lakukan adalah ia perlu menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang positif dan konstruktif. Lha, selama ini, yang kerja suami dan anaknya. Bu Ani praktis jadi pengacara alis pengangguran tanpa acara. Yang Bu Ani lakukan setiap hari adalah menonton sinetron dan berbagai acara televisi yang masuk kategori negatif dan provokatif. Nggak perlu saya sebutkan ya, anda tahulah sendiri maksud saya.

Bu Ani sendiri mengakui bahwa dulu waktu anak-anaknya masih kecil, pikirannya tidak senegatif sekarang ini. Memang ada masalah dalam keluarga. Tapi ini biasa saja dan tidak terlalu memengaruhi dirinya. Saat anaknya mulai besar dan sekolah atau kuliah di Surabaya, nah saat itulah perasaan tidak nyaman mulai mendera dirinya. Sampai saat ia bertemu dengan saya. Dan memang hal ini diperparah oleh tindakan suaminya.

Nah, pikiran yang menganggur, yang hanya diisi dengan hal-hal negatif, justru akan semakin berbahaya. Salah satu sifat pikiran adalah aktif memikirkan sesuatu, baik itu yang positif atau yang negatif. Dan dari pengalaman terbukti bahwa pikiran kita lebih cenderung memikirkan hal-hal negatif daripada yang positif. Lho, kok bisa begini?

Kita ini dari kecil lebih banyak menerima program negatif. Ada yang mengatakan bahwa perbandingan hal positif dan negatif yang kita terima sejak kecil adalah satu berbanding empat belas. Maksudnya, untuk satu hal positif maka ada sekitar empat belas hal negatif lain yang kita juga terima.

Saya jadi teringat rekan saya, Pak Merta Ada, guru meditasi terkenal dari Bali, yang juga berbicara di Quantum Life Transformation Weekend di Jakarta baru-baru ini. Pak Merta mengatakan bahwa jika tidak dijaga maka pikiran akan cenderung mengarah ke hal-hal negatif. Pikiran negatif ini akan mengakibatkan timbulnya energi negatif yang selanjutnya akan mempengaruhi tubuh cakra, tubuh meridian, dan akhirnya akan memengaruhi tubuh fisik kita.

Nah,untuk mengatasi hal-hal negatif inilah saya menyarankan Bu Ani untuk mulai menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang positif. Misalnya membantu mengasuh cucunya, menanam dan merawat tanaman yang ia suka, karaoke, mengikuti kegiatan gereja, senam, dancing, aktif melakukan bakti sosial, membaca, meditasi, atau apapun itu yang bisa menyibukkan dirinya secara positif.

Pikiran yang disibukkan dengan hal-hal positif dapat menetralisir hal-hal negatif yang sebenarnya tidak negatif. Sesuatu yang sebenarnya tidak negatif menjadi negatif karena pikiran yang menganggur nggak ada kerjaan mencari-cari kesibukan sendiri, tidak terkendali, dan akhirnya menghasilkan kebosanan atau bahkan emosi negatif.

Saat pikiran mulai negatif biasanya kita tidak menyadarinya. Ibarat bola salju yang baru bergulir turun dari atas bukit. Semakin lama bola salju ini semakin besar baik ukuran maupun momentumnya, hingga suatu saat kita menyadarinya namun sudah terlambat. Kita digulung, larut, dan dikuasai oleh pikiran negatif. Jika sudah mencapai level ini maka sangatlah sulit untuk menghentikan pikiran negatif dengan cara biasa.

Patekoan dan Kapiten Gan Djie by David Kwaa

Gan Djie adalah seorang Kapitein der Chineezen yang mempunyai riwayat
baik dan luar biasa. Ia adalah kapitein der Chineezen ketiga di Batavia,
menggantikan Phoa Beng Gam. Istrinya adalah seorang perempuan Bali.
Perempuan inilah yang kemudian menggantikan kedudukannya sebagai
Kapitein der Chineezen selama 12 tahun setelah ia wafat.

---------------------

Gan Djie adalah seorang Tionghoa totok yang berasal dari Ciangciu,
sebuah kota keresidenan di bagian selatan Propinsi Hokkian. Dalam
usianya yang sangat muda ia datang ke Gresik mengikuti kakak
laki-lakinya yang sudah terlebih dahulu datang ke Jawa dan kebetulan
sedang pulang ke Cina dan henda kembali pula ke Jawa. Di Gresik, Ia
membantu kakaknya berdagang hasil bumi.

Gan Djie seorang yang jujur, ramah, dan bersemangat tinggi, sehingga
disukai banyak orang. Ia rajin sembahyang dan di beberapa waktu ia juga
suka melakukan pang-she ( melepaskan makhluk hidup yang tengah menderita
) - umumnya burung atau ikan - suatu perbuatan bajik dalam pandangan
agama Budha.

Setelah bermukim lama di Gresik, ia meminta izin kepada kakaknya untuk
berjualan kelontong berkeliling di desa-desa. Ia biasa masuk ke
pelosok-pelosok desa bersama kulinya seorang Jawa yang membantunya
memikul barang dagangannya. Karena sikapnya yang baik dalam melayani
pembeli, dalam waktu singkat ia memperoleh banyak pelanggan. Satu dua
tahun kemudian ia menambah kulinya dan sedikit demi sedikit ia
mengumpulkan modal.

Pada suatu sore, di sebuah desa, ia menginap di sebuah warung. Di warung
itu sebelumnya telah tiba terlebih dulu dua tiga orang yang sikapnya
tidak baik. Mereka juga menginap di warung tersebut.

Di warung, Gan Djie mendapat sebuah kamar sebagai tempat tidurnya untuk
melepas lelah.

Sorenya, tak kala Gan Djie berjalan-jalan, ia diikuti oleh seorang
gadis, yang bekerja di warung itu, kerabat isteri pemilik warung. Sang
gadis memberi isyarat ia mau bicara. Dengan suara berbisik-bisik sang
gadis memberi tahu, di warung itu menginap dua tiga orang yang tampaknya
bukan orang baik-baik. Didengarnya, salah seorang di antara mereka
menyebut-nyebut diri si pedagang kelontong ketika mereka mengobrol. Maka
sang gadis dengan suara bersungguh-sungguh menyarankan agar malam ini
Gan Djie berjaga-jaga, bahkan kalau perlu tidak tidur.

Gan Djie merasa sangat berterima kasih atas nasihat itu. Malam itu ia
tidak tidur, ia sengaja memasang pelita sembari membaca buku, sementara
senjatanya siang hap to ( sepasang golok kembar ) diletakkan di
sampingnya.

Keesokan harinya, sekembalinya ke Gresik, ia berangkat lebih siang.
Dalam perjalanan ia diikuti oleh orang-orang yang dijumpainya di warung.
Namun mereka tidak dapat turun tangan, sebab Gan Djie baru melanjutkan
perjalanan kalau ada orang lain yang turut bersamanya.

Gan Djie merasa sangat berutang budi kepada sang gadis. Beberapa minggu
kemudian, sewaktu datang lagi ke warung itu, ia menyatakan kepada
pemilik warung bahwa ia ingin mengambil sang gadis sebagai istri, untuk
membalas budinya.

Demikianlah sang gadis lalu dinikahinya serta diajak pindah ke Gresik.
Dan atas anjuran istrinya, Gan Djie menghentikan berdagang keliling dan
berjualan saja di ruamh sendiri.



Beberapa tahun kemudian Gan Djie menjadi saudagar besar di Gresik. Ia
lalu pindah ke Batavia atas saran dari kerabatnya.


Pindah ke Batavia - Asal usul nama Patekoan

Kira-kira pada tahun 1659 Gan Djie pindah ke Batavia dan tinggal di
sebuah rumah di se sebuah jalan yang sekarang disebut Patekoan. Di
Batavia ia berniaga hasil bumi. Karena sifatnya yang baik dan suka
menolong, maka dalam waktu singkat ia menjadi salah seorang terkemuka di
tempat pemungkimannya yang baru.

Berhubung dengan usianya yang sudah lanjut, pada tahun 1663 Kapitein der
Chineezen Phoa Beng Gam, mengajukan pengunduran diri dari jabatannya
kepada Gouverneur General Joan Maetsuyker. Sebagai penggantinya ia
mengusulkan Gan Djie yang dikenalnya dengan baik. Usul itu diterima.

Pengangkatan Gan Djie sebagai Kapitein der Chineezen adalah karena
jasanya menolong dan merawat anak Joan Maetsuyker yang terpisah secara
tidak sengaja.

Tak disangka di kemudian hari Joan Maetsuyker diangkat menjadi
Gouverneur General Hindia Belanda ( 1653 ). Sebagai balas budi terhadap
tuan dan nyonya Gan Djie, kemudian dia mengangkat Gan Djie sebagai
Kapitein "bangsa" Tionghoa.

Begitulah, sejak 10 April 1663 Gan Djie diangkat menjadi Kapitein der
Chineezen ketiga. Karena kesibukannya, pekerjaan tersebut turut dibantu
oleh istrinya.

Di depan kantor Kapitein, seringkali berteduh orang-orang yang berdagang
keliling atau mereka yang kelelahan di jalan, maka pada waktu hawa udara
begitu panas, orang yang melintas di jalan tersebut selalu sulit
mendapat air untuk melepas dahaga.

Melihat hal itu istri Gan Djie ( Nyai Gan Djie ) mengusulkan kepada
suaminya agar di depan kantor disediakan air the untuk warga masyarakat
yang kehausan. Bagi orang yang berkecukupan macam Kapitein Gan, tentu
saja air the itu tidak ada artinya, tetapi bagi warga masyarakat yang
"kekeringan" penting sekali. Kapitein Gan langssung menyetujui usal itu.

Di depan kantor, di sebelah luar pintu, lalu dipasang meja-meja kecil.
Di atas meja-meja itu setiap pagi dan sore disediakan air the. Supaya
air teh itu mencukupi keperluan warga dan tidak setiap kali kehabisan,
maka di situ disediakan delapan buah te-koan (teko/poci teh). Perbuatan
baik dari Kapitein Gan membuatnya semakin disegani oleh masyarakat.
Persediaan air teh itu pun akhirnya menjadi suatu ciri untuk memudahkan
warga mencari lokasi kantor officer Tionghoa itu. Demikianlah, orang
lalu mengatakan, dimana ada pat tekoan, di situlah tempat tinggalnya
Kapitein Gan. Lambat laun jalan dimana officer Tionghoa itu bermungkim
dinamakan Pat Te-Koan, dikemudian hari menjadi Patekoan.

Nyai Gan Djie menjadi Wakil Kapitein

Pada tahun 1666, setelah memangku jabatannya selama tiga tahun, Kapitein
Gan Djie wafat. Jenazahnya dimakamkan di Molenvliet Oost - kini Hayam
Wuruk - dengan upacara yang cukup megah. Usahanya dilanjutkan oelh
putranya Gan Hoo Hoat.

Lantaran sulit memperoleh penggantinya, maka pemerintah meminta Nyai Gan
Djie menggantikan jabatan almarhum suaminya hingga nanti pemerintah
mengangkat orang lain.

Dikisahkan, selama memangku jabatan Wakil Kapitein, banyak urusan rumah
tangga warga masyarakat Tionghoa telah bisa diatur dan diselesaikan
secara damai oleh nyonya itu.

Pada tahun 1678, setelah 12 tahun memangku jabatannya, karena merasa
dirinya sudah tua, Nyai Gan Djie mengajukan surat pengunduran diri dari
kedudukannya sebagai Waarnemend Kapitein Tionghoa. Pengunduran itu
diterima baik oleh pemerintahan. Kepadanya diserahkan surat penghargaan
dari pemerintah.

Sebagai gantinya pemerintah mengangkat Tjoa Hoan Giok sebagai Kapitein
der Chineezen keempat ( masa jabatan 1678-1685 ). Secara resmi ia mulai
memangku jabatannya pada 14 Juni 1678.

Thursday, December 17, 2009

Kenali Konsep Diri Anda

Konsep Diri Menurut Carl Rogers

Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios, Chicago. Rogers meninggal dunia pada tanggal 4 Pebruari 1987 karena serangan jantung. Rogers adalah putra keempat dari enam bersaudara. Rogers dibesarkan dalam keluarga yang berkecukupan dan menganut aliran protestan fundamentalis yang terkenal keras, dan kaku dalam hal agama, moral, dan etika.
Semasa mudanya, Rogers tidak memiliki banyak teman sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca. Dia membaca buku apa saja yang ditemuinya termasuk kamus dan ensiklopedi, meskipun ia sebenarnya sangat menyukai buku-buku petualangan. Ia pernah belajar di bidang agrikultural dan sejarah di University of Wisconsin. Pada tahun 1928 ia memperoleh gelar Master di bidang psikologi dari Columbia University dan kemudian memperoleh gelar Ph.D di dibidang psikologi klinis pada tahun 1931. Pada tahun 1931, Rogers bekerja di Child Study Department of the Society for the prevention of Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan pencegahan kekerasan tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa berikutnya ia sibuk membantu anak-anak bermasalah/nakal dengan menggunakan metode-metode psikologi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul "The Clinical Treatment of the Problem Child", yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada fakultas psikologi di Ohio State University. Dan pada tahun 1942, Rogers menjabat sebagai ketua dari American Psychological Society. Rogers terkenal sebagai seorang tokoh psikologi humanis, aliran fenomenologis-eksistensial, psikolog klinis dan terapis, ide-ide dan konsep teorinya banyak didapatkan dalam pengalaman -pengalaman terapeutiknya.
Ide pokok dari teori - teori Rogers yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah - masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri.
Konsep diri menurut Rogers adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positip tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan.

Konsep-diri memiliki tiga dimensi, yaitu:

1. Pengetahuan tentang diri anda
Adalah informasi yang anda miliki tentang diri anda. Misalkan jenis kelamin, penampilan, dan sebagainya.

2. Pengharapan bagi anda
Adalah gagasan anda tentang kemungkinan menjadi apa kelak.
3. Penilaian terhadap diri anda
Adalah pengukuran anda tentang keadaan anda dibandingkan dengan apa yang menurut anda dapat dan seharusnya terjadi pada diri anda. Hasil pengukuran tersebut adalah rasa harga diri.

Konsep-diri memiliki dua kecondongan, yaitu:
1. Konsep-diri NEGATIF
2. Konsep-diri POSITIF


Termasuk konsep-diri yang manakah ANDA???

Konsep-diri NEGATIF
Anda memiliki penilaian NEGATIF pada diri Anda sendiri. Anda tidak merasa cukup baik dengan apapun yang Anda miliki dan merasa tidak mampu mencapai suatu apapun yang berharga. Jika hal ini terus berlanjut, maka Anda akan menuntun diri Anda sendiri ke arah kelemahan emosional. Anda mungkin akan mengalami depresi atau kecemasan secara ajeg, kekecewaan emosional yang lebih parah dan kualitasnya mungkin mengarah ke keangkuhan dan ke keegoisan. Anda telah menciptakan suatu penghancuran-diri.

Mulai sekarang....

Ubahlah dan kembangkan konsep-diri Anda, langkah-langkah yang perlu diambil untuk memiliki konsep diri yang positif :

1. Bersikap obyektif dalam mengenali diri sendiri
Jangan abaikan pengalaman positif atau pun keberhasilan sekecil apapun yang pernah dicapai. Lihatlah talenta, bakat dan potensi diri dan carilah cara dan kesempatan untuk mengembangkannya. Janganlah terlalu berharap bahwa Anda dapat membahagiakan semua orang atau melakukan segala sesuatu sekaligus.
“You can’t be all things to all people, you can’t do all things at once, you just do the best you could in every way....”

2. Hargailah diri sendiri
Tidak ada orang lain yang lebih menghargai diri kita selain diri sendiri. Jikalau kita tidak bisa menghargai diri sendiri, tidak dapat melihat kebaikan yang ada pada diri sendiri, tidak mampu memandang hal-hal baik dan positif terhadap diri, bagaimana kita bisa menghargai orang lain dan melihat hal-hal baik yang ada dalam diri orang lain secara positif. Jika kita tidak bisa menghargai orang lain, bagaimana orang lain bisa menghargai diri kita ??

3. Jangan memusuhi diri sendiri
Peperangan terbesar dan paling melelahkan adalah peperangan yang terjadi dalam diri sendiri. Sikap menyalahkan diri sendiri secara berlebihan merupakan pertanda bahwa ada permusuhan dan peperangan antara harapan ideal dengan kenyataan diri sejati (real self). Akibatnya, akan timbul kelelahan mental dan rasa frustrasi yang dalam serta makin lemah dan negatif konsep dirinya.

4. Berpikir positif dan rasional
“We are what we think. All that we are arises with our thoughts. With our thoughts, we make the world” (The Buddha).
Jadi, semua itu banyak tergantung pada cara kita memandang segala sesuatu, baik itu persoalan maupun terhadap seseorang. Jadi, kendalikan pikiran kita jika pikiran itu mulai menyesatkan jiwa dan raga.


Konsep-diri SEDANG
Anda berada di persimpangan antara kepemilikan konsep-diri positif dan konsep-diri negatif. Ada kalanya anda bisa dan tidak bisa menerima keadaan diri sendiri. Jika konsep-diri negatif semakin berkembang daripada konsep-diri positif, maka Anda akan menuntun diri Anda sendiri ke arah kelemahan emosional. Anda mungkin akan mengalami depresi atau kecemasan secara ajeg, kekecewaan emosional yang lebih parah, dan kualitasnya mungkin mengarah ke keangkuhan dan ke keegoisan.

Mulai sekarang....

Ubahlah dan kembangkan konsep-diri Anda, langkah-langkah yang perlu diambil untuk memiliki konsep diri yang positif :

1.Bersikap obyektif dalam mengenali diri sendiri
Jangan abaikan pengalaman positif atau pun keberhasilan sekecil apapun yang pernah dicapai. Lihatlah talenta, bakat dan potensi diri dan carilah cara dan kesempatan untuk mengembangkannya. Janganlah terlalu berharap bahwa Anda dapat membahagiakan semua orang atau melakukan segala sesuatu sekaligus.
“You can’t be all things to all people, you can’t do all things at once, you just do the best you could in every way....”

2.Hargailah diri sendiri
Tidak ada orang lain yang lebih menghargai diri kita selain diri sendiri. Jikalau kita tidak bisa menghargai diri sendiri, tidak dapat melihat kebaikan yang ada pada diri sendiri, tidak mampu memandang hal-hal baik dan positif terhadap diri, bagaimana kita bisa menghargai orang lain dan melihat hal-hal baik yang ada dalam diri orang lain secara positif. Jika kita tidak bisa menghargai orang lain, bagaimana orang lain bisa menghargai diri kita ???

3. Jangan memusuhi diri sendiri
Peperangan terbesar dan paling melelahkan adalah peperangan yang terjadi dalam diri sendiri. Sikap menyalahkan diri sendiri secara berlebihan merupakan pertanda bahwa ada permusuhan dan peperangan antara harapan ideal dengan kenyataan diri sejati (real self). Akibatnya, akan timbul kelelahan mental dan rasa frustrasi yang dalam serta makin lemah dan negatif konsep dirinya.

4. Berpikir positif dan rasional
“We are what we think. All that we are arises with our thoughts. With our thoughts, we make the world” (The Buddha).
Jadi, semua itu banyak tergantung pada cara kita memandang segala sesuatu, baik itu persoalan maupun terhadap seseorang. Jadi, kendalikan pikiran kita jika pikiran itu mulai menyesatkan jiwa dan raga.

Konsep-diri POSITIF
Yups....Selamat!!!
Anda memiliki penilaian POSITIF pada diri Anda sendiri. Anda mengenal diri Anda secara baik. Anda memiliki penerimaan diri yang kualitasnya lebih mungkin mengarah ke kerendahan hati dan ke kedermawanan. Anda dapat menyimpan informasi tentang diri sendiri – informasi negatif maupun positif. Anda seorang yang optimis, penuh percaya diri, dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Anda menganggap hidup adalah suatu proses penemuan. Anda berharap kehidupan dapat membuat diri Anda senang, dapat memberikan kejutan, dan memberikan imbalan. Dengan menerima semua keadaan diri Anda maka Anda juga dapat menerima semua keadaan orang lain.

Dari http://www.a741k.web44.net/KENALI%20KONSEP.htm

Bagaimana Supaya Tidak Melekat alias Nempel?

Yang Mulia Bhikkhu Buddhadasa adalah pionir dalam upaya mempromosikan
kedamaian dan kerukunan beragama melalui dialog antar agama. Beliau dikenang di seluruh dunia dan masuk di dalam daftar Unesco sebagai tokoh dengan kepribadian sangat mengagumkan.

Penekanannya terhadap kesalingtergantungan antara semua makhluk membuatnya menjadi pionir dalam hal pemikiran ekologis dan pemenang dalam perdamaian antar negara.”

- Pernyataan resmi UNESCO dalam peringatan
100 tahun kelahiran Yang Mulia Bhikkhu Buddhadasa

Bagaimana berlatih tidak melekat?

Ketika menjelaskan esensi ajaran Buddha, kita tidak perlu menjawab dengan pemahaman kita sendiri. Penjelasan Buddha tentang bagaimana melatih diri mengikis kemelekatan sudah cukup singkat dan lengkap. Melihat hanya melihat. Mendengar hanya mendengar. Mencium bau hanya mencium bau. Mengecap hanya mengecap. Sentuhan hanyalah sentuhan. Ketika bentuk-bentuk pikiran muncul, hal yang negatif misalnya, kenali dan sadari bahwa bentuk pikiran itu negatif.
Mari kita ulangi sekali lagi, khususnya bagi Anda yang belum pernah mendengar hal ini. Melihat hanya melihat. Mendengar hanya mendengar. Mencium bau hanya mencium bau. Mengecap hanya mengecap. Sentuhan hanyalah sentuhan. Sadari
bentuk-bentuk pikiran yang muncul. Artinya, semua aktivitas tersebut dilakukan tanpa ada sebuah aku”. Buddha mengatakan jika seseorang mampu mencapai tahap ini, konsep aku yang ada di dalam dirinya akan hilang. Ketiadaan konsep aku
inilah yang dimaksud dengan lenyap dan terhentinya “dukkha.
Instruksi Ketika Melihat suatu obyek dengan mata, maka hanya lihatlah.
Kalimat ini membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Ketika mata melakukan kontak dengan sebuah obyek, amati dan kenali obyek tersebut. Tetapi jangan biarkan perasaan suka atau tidak suka muncul. Jika Anda membiarkan perasaan suka terus hadir, keinginan untuk memiliki akan muncul. Sebaliknya, jika Anda membiarkan perasaan tidak suka hadir, Anda malah ingin menghancurkan obyek tersebut.
Demikianlah perasaan suka dan tidak suka muncul. Inilah yang disebut dengan aku”. Hanyut terbawa oleh “aku” menghasilkan penderitaan dan membuat diri tertipu. Ketika melihat, bawa serta kebijaksanaan dan kesadaran. Jangan biarkan kekotoran batin memaksa Anda untuk melekat. Tumbuhkan kebijaksanaan untuk memahami bagaimana bertindak dengan benar dan tepat. Jika tidak ada yang perlu dilakukan, abaikan obyek itu. Jika ada sesuatu yang diinginkan dari obyek tersebut, lanjutkan saja, tetapi dilakukan dengan kesadaran dan kebijaksanaan, tanpa gagasan tentang “aku”. Dengan cara ini, Anda bisa mendapatkan apa yang Anda harapkan, tanpa ada ketidakpuasan. Inilah sebuah latihan sederhana tetapi yang paling membawa kesempurnaan.
Buddha mengajarkan: Melihat hanya melihat. Mendengar hanya mendengar. Mencium bau hanya mencium bau. Mengecap hanya mengecap. Merasakan sentuhan hanya merasakan sentuhan. Melihat bentuk-bentuk pikiran hanya melihat bentuk-bentuk pikiran. Berhenti sampai di situ saja dan insight (pemahaman) yang akan bekerja secara otomatis. Pilih arah yang benar dan tepat. Jangan biarkan “si suka” dan si benci” membuat kita bertindak berdasarkan pilihan suka atau tidak suka,
yang merupakan wujud hadirnya “aku”. Pikiran tersebut adalah pikiran yang bergejolak, tidak bebas dan tanpa insight (pemahaman) sama sekali. Inilah yang diajarkan oleh Buddha kepada kita.
Mengapa kita tidak menyebut latihan menjaga sila dan perilaku, konsentrasi, kebijaksanaan, berbuat kebajikan2, dan berdana makanan kepada bhikkhu sebagai latihan yang paling bermanfaat? Karena mereka adalah kondisi pendukung, tetapi bukan intisari Dharma, bukan yang penting. Kita melakukan kebajikan, berdana,
menjaga sila, mengembangkan konsentrasi dan mencapai kebijaksanaan untuk membuat kita menjadi kokoh dan mantap dalam berlatih. Melihat hanya melihat. Mendengar hanya mendengar. Dengan latihan ini, pikiran menjadi kokoh, mantap, dan seimbang. Walaupun segala macam obyek membombardir diri kita dengan beragam cara lewat indera kita, sang “aku” tidak akan muncul. Berdana dan melakukan kebajikan bertujuan untuk melenyapkan ego. Menjalankan sila adalah sebuah
proses untuk mendapatkan kemampuan untuk mengatasi keakuan dan juga latihan konsentrasi. Kebijaksanaan ditujukan untuk menghancurkan “sang aku”. Kita tidak membahas sesuatu yang berbeda melainkan sesuatu yang terjadisetiap hari. Mata melihat, telinga mendengar, hidung mencium dan begitu seterusnya yang terjadi kepada keenam pintu indera yang lain. Kita harus waspada, terus awasi keenam pintu tersebut. Latihan ini sudah mencakup seluruh latihan yang ada. Ini adalah latihan yang paling pokok.

Disadur dari buku The Truth of Nature karya Bhikkhu Buddhadas

Monday, December 14, 2009

Dua Ladang

Di hati kita ada dua ladang,
yang bisa ditanami dengan dua benih yang berbeda.

Satu ladang ditanam dengan benih kebencian.
Disiram dengan dengki,
dipupuk dengan permusuhan,
disiangi dengan mencari-cari kesalahan,
dan disuburkan dengan dendam.
Hasilnya adalah,
ladang dengan tanah pecah-pecah,
tanaman yang coklat kering,
Tak ada yang bisa tumbuh diatasnya.
Yang datang ke tanah ini adalah,
hawa panas membara.

Satu ladang lagi ditanam dengan benih cinta.
Disiram dengan kasih sayang,
dipupuk dengan saling pengertian,
disinari dengan cahaya ketulusan,
Hasilnya adalah,
sebuah taman yang indah,
dimana bunga aneka warna mekar,
pepohonan hijau rindang tumbuh,
kupu-kupu manis berterbangan,
dan terdengar kicauan merdu burung kutilang.

Tinggal mana yang dipilih.
Mau menanam hidup dengan kekeringan,
atau menanam hidup dengan kesejukan taman?