Thursday, December 17, 2009

Bagaimana Supaya Tidak Melekat alias Nempel?

Yang Mulia Bhikkhu Buddhadasa adalah pionir dalam upaya mempromosikan
kedamaian dan kerukunan beragama melalui dialog antar agama. Beliau dikenang di seluruh dunia dan masuk di dalam daftar Unesco sebagai tokoh dengan kepribadian sangat mengagumkan.

Penekanannya terhadap kesalingtergantungan antara semua makhluk membuatnya menjadi pionir dalam hal pemikiran ekologis dan pemenang dalam perdamaian antar negara.”

- Pernyataan resmi UNESCO dalam peringatan
100 tahun kelahiran Yang Mulia Bhikkhu Buddhadasa

Bagaimana berlatih tidak melekat?

Ketika menjelaskan esensi ajaran Buddha, kita tidak perlu menjawab dengan pemahaman kita sendiri. Penjelasan Buddha tentang bagaimana melatih diri mengikis kemelekatan sudah cukup singkat dan lengkap. Melihat hanya melihat. Mendengar hanya mendengar. Mencium bau hanya mencium bau. Mengecap hanya mengecap. Sentuhan hanyalah sentuhan. Ketika bentuk-bentuk pikiran muncul, hal yang negatif misalnya, kenali dan sadari bahwa bentuk pikiran itu negatif.
Mari kita ulangi sekali lagi, khususnya bagi Anda yang belum pernah mendengar hal ini. Melihat hanya melihat. Mendengar hanya mendengar. Mencium bau hanya mencium bau. Mengecap hanya mengecap. Sentuhan hanyalah sentuhan. Sadari
bentuk-bentuk pikiran yang muncul. Artinya, semua aktivitas tersebut dilakukan tanpa ada sebuah aku”. Buddha mengatakan jika seseorang mampu mencapai tahap ini, konsep aku yang ada di dalam dirinya akan hilang. Ketiadaan konsep aku
inilah yang dimaksud dengan lenyap dan terhentinya “dukkha.
Instruksi Ketika Melihat suatu obyek dengan mata, maka hanya lihatlah.
Kalimat ini membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Ketika mata melakukan kontak dengan sebuah obyek, amati dan kenali obyek tersebut. Tetapi jangan biarkan perasaan suka atau tidak suka muncul. Jika Anda membiarkan perasaan suka terus hadir, keinginan untuk memiliki akan muncul. Sebaliknya, jika Anda membiarkan perasaan tidak suka hadir, Anda malah ingin menghancurkan obyek tersebut.
Demikianlah perasaan suka dan tidak suka muncul. Inilah yang disebut dengan aku”. Hanyut terbawa oleh “aku” menghasilkan penderitaan dan membuat diri tertipu. Ketika melihat, bawa serta kebijaksanaan dan kesadaran. Jangan biarkan kekotoran batin memaksa Anda untuk melekat. Tumbuhkan kebijaksanaan untuk memahami bagaimana bertindak dengan benar dan tepat. Jika tidak ada yang perlu dilakukan, abaikan obyek itu. Jika ada sesuatu yang diinginkan dari obyek tersebut, lanjutkan saja, tetapi dilakukan dengan kesadaran dan kebijaksanaan, tanpa gagasan tentang “aku”. Dengan cara ini, Anda bisa mendapatkan apa yang Anda harapkan, tanpa ada ketidakpuasan. Inilah sebuah latihan sederhana tetapi yang paling membawa kesempurnaan.
Buddha mengajarkan: Melihat hanya melihat. Mendengar hanya mendengar. Mencium bau hanya mencium bau. Mengecap hanya mengecap. Merasakan sentuhan hanya merasakan sentuhan. Melihat bentuk-bentuk pikiran hanya melihat bentuk-bentuk pikiran. Berhenti sampai di situ saja dan insight (pemahaman) yang akan bekerja secara otomatis. Pilih arah yang benar dan tepat. Jangan biarkan “si suka” dan si benci” membuat kita bertindak berdasarkan pilihan suka atau tidak suka,
yang merupakan wujud hadirnya “aku”. Pikiran tersebut adalah pikiran yang bergejolak, tidak bebas dan tanpa insight (pemahaman) sama sekali. Inilah yang diajarkan oleh Buddha kepada kita.
Mengapa kita tidak menyebut latihan menjaga sila dan perilaku, konsentrasi, kebijaksanaan, berbuat kebajikan2, dan berdana makanan kepada bhikkhu sebagai latihan yang paling bermanfaat? Karena mereka adalah kondisi pendukung, tetapi bukan intisari Dharma, bukan yang penting. Kita melakukan kebajikan, berdana,
menjaga sila, mengembangkan konsentrasi dan mencapai kebijaksanaan untuk membuat kita menjadi kokoh dan mantap dalam berlatih. Melihat hanya melihat. Mendengar hanya mendengar. Dengan latihan ini, pikiran menjadi kokoh, mantap, dan seimbang. Walaupun segala macam obyek membombardir diri kita dengan beragam cara lewat indera kita, sang “aku” tidak akan muncul. Berdana dan melakukan kebajikan bertujuan untuk melenyapkan ego. Menjalankan sila adalah sebuah
proses untuk mendapatkan kemampuan untuk mengatasi keakuan dan juga latihan konsentrasi. Kebijaksanaan ditujukan untuk menghancurkan “sang aku”. Kita tidak membahas sesuatu yang berbeda melainkan sesuatu yang terjadisetiap hari. Mata melihat, telinga mendengar, hidung mencium dan begitu seterusnya yang terjadi kepada keenam pintu indera yang lain. Kita harus waspada, terus awasi keenam pintu tersebut. Latihan ini sudah mencakup seluruh latihan yang ada. Ini adalah latihan yang paling pokok.

Disadur dari buku The Truth of Nature karya Bhikkhu Buddhadas

No comments: