Wednesday, December 9, 2009

Hipnosis dan Aku

Hipnosis. Apa yang ada di pikiran Anda waktu mendengar kata ini? Mungkin Anda membayangkan seorang berpakaian hitam-hitam berdiri di depan Anda dan mengayunkan bandul panjang di depan mata sambil berkata, 'Anda mulai mengantuk....'

Dulu aku menganggap hipnosis itu sesuatu yang seram. Aku selalu menolak kalau diajak pergi ke terapis. Buatku mereka semua sama seperti dokter. Biar sudah diyakinkan berkali-kali kalau itu bukan dokter dan aku cuma akan ditanya-tanya, aku tetap nggak percaya. Pikiran bawah sadarku selalu menolak untuk disembuhkan. Akibatnya bisa ditebak. Sudah banyak psikiater yang kudatangi, juga seorang hipnoterapis, tapi semua nggak mempan. Aku merasa nggak sakit! Ngapain disuruh-suruh ke terapis? Apalagi saat aku disuruh menceritakan masalah-masalah yang kuhadapi pada saat itu. Rasanya nggak nyaman cerita masalah pribadi ke orang asing. Lagian aku nggak merasa punya masalah. Karena menutup diri, termasuk pada sesi hipnosis, terang saja kalau semua terapi itu nggak ada hasilnya.

Pandanganku tentang hipnosis berubah total setelah bertemu dengan Pak Sasmita, seorang terapis hebat yang kemudian jadi papa angkatku. Saat itu aku datang padanya cuma karena sudah dibuatkan janji oleh saudaraku, kak Anne dan kak Petrus. Kondisi kejiwaanku saat itu hancur-hancuran karena aku baru saja mengalami trauma berat akibat dua kali kehilangan pekerjaan.

Awalnya Pak Sas, begitu aku memanggil Papa pertama kali, tidak langsung menggunakan hipnosis, tapi malah ngajak aku makan dan ngobrol. Tidak ada sesi terapi formal seperti yang biasa kujalani, dimana aku masuk ruangan, duduk, lalu si terapis akan mulai bertanya-tanya tentang apa yang membuatku nggak nyaman.

Aku sempat bingung saat itu, tapi pendekatan Papa yang jauh dari kesan resmi membuatku terkesan. Dengan sikap ini, sebenarnya dia sudah mulai menghipnosis tanpa kata-kata. Awal baik yang membuka jalan bagi kesuksesan terapi berikutnya. Karena percaya pada Papa, aku patuh saja saat diterapi. Dengan mengikuti semua petunjuk yang dia berikan, aku pun mampu masuk ke dalam kondisi hipnosis. Pertama kali memang rasanya aneh, karena aku merasa seperti orang tidur tapi sadar, alias tidur hipnosis. Pada saat itulah Papa Sasmita memasukkan program baru ke dalam pikiran bawah sadarku. Di waktu tidur hipnosis, pikiran berada di level bawah sadar, sehingga lebih mudah diprogram ulang. Pikiran yang tadinya negatif diubah menjadi positif. Semua trauma dan ketakutan, sampai ke yang berat sekalipun, dihapus. Setiap selesai satu sesi, rasanya bebanku berkurang. Aku pun mulai percaya kalau hipnosis bisa membantu siapa saja untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya. Syaratnya cuma satu : ada kemauan untuk berubah.

Karena sambutannya yang begitu hangat, dan kemauanku untuk memperbaiki hidup, akhirnya aku memutuskan untuk menginap di apartemen Mitra Sunter, tempat Papa tinggal selama di Jakarta. Dia cuma punya waktu sepuluh hari, dan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin, itu pertimbangannya. Selain aku, Papa juga melakukan terapi dan relaksasi pada klien-kliennya lain. Aku selalu ikut dan melakukan relaksasi bersama para klien Papa. Terapi hipnosis, yang tujuannya melepas akar masalah-masalah yang kuhadapi, selalu dilakukan di apartemen. Papa tidak mau melakukannya di luar. Masalahku tergolong kasus berat karena banyak emosi negatif dan trauma yang harus di release, juga bersifat sangat pribadi. Mungkin Papa juga antisipasi kalau aku bereaksi ekstrim saat dalam keadaan terhipnosis. Lewat proses ini, satu persatu trauma dan ketakutanku terlepas. Aku merasa lebih lega dan tenang.


Berkat Papa, aku jadi punya keyakinan bahwa hipnosis mempunyai kekuatan yang sangat dahsyat. Bukan berati aku merasa sudah sembuh total, karena aku sadar masih banyak hal dalam diriku yang harus dibenahi. Aku terus ingin membuktikan peran hipnosis dalam kehidupanku, sekarang dan yang akan datang. Dan aku yakin, hipnosis bisa jadi pembuka jalan buat siapapun untuk menyelesaikan masalah hidup mereka.

No comments: